Kasus yang tergolong Penyakit Masyarakat (Pekat)atau Tindak Pidana Publik (Kejahatan) yang dilakukan oleh sdr. Anas dan sdr. Amin ini, menggelitik penulis untuk melakukan studi kasus dan kajian hukum berdasarkan realita yang terjadi dilapangan, hal ini menjadi sangat kontradiktif lantaran upaya perdamaian dengan korban tidak membuahkan hasil karena tidak adanya kata sepakat dalam hal biaya penggantian ganti rugi terhadap korban. Selain itu, minimnya pengetahuan tentang hukum serta argumentasi yang dikemukakan oleh berbagai pihak mengaburkan upaya hukum yang seharusnya bisa dilakukan oleh pelaku untuk melakukan perdamaian dengan memohon pengampunan (Pasal 62 KUHP) dari korban  yang bisa membebaskan dirinya dari jeratan hukum sementara proses hukum berjalan.
Dalam hukum pidana Indonesia, menurut Prof Moeljatno, mengganti kerugian korban pencurian dapat mempengaruhi proses hukum, tetapi tidak secara otomatis menghapuskan sanksi pidana. Berikut beberapa kemungkinannya :
Pengaruh Mengganti Kerugian
- Pengurangan hukuman: Hakim dapat mempertimbangkan penggantian kerugian sebagai faktor pengurang hukuman (Pasal 16 KUHP).
- Pengampunan: Korban dapat mengampuni pelaku, namun tidak menghapuskan sanksi pidana sepenuhnya (Pasal 62 KUHP).
- Perdamaian: Pelaku dan korban dapat melakukan perdamaian, yang dapat mempengaruhi proses hukum (Pasal 63 KUHP).
Syarat-syarat
- Penggantian kerugian harus dilakukan secara sukarela.
- Penggantian kerugian harus sesuai dengan nilai kerugian yang dialami korban.
- Pelaku harus mengakui kesalahan dan menyesali tindakannya.
Pasal yang Relevan
- Pasal 16 KUHP: Pengurangan hukuman.
- Pasal 62 KUHP: Pengampunan.
- Pasal 63 KUHP: Perdamaian.
- Pasal 363 KUHP: Pencurian.
Jika penadah tidak mengetahui bahwa barang yang diterimanya berasal dari tindak pidana, maka tidak dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 368 KUHP. Namun, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi.
Berikut Syarat – Syaratnya :
- Penadah tidak mengetahui dan tidak sepatutnya mengetahui asal-usul barang.
- Penadah tidak memiliki tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
- Penadah tidak melakukan tindakan untuk menyembunyikan atau menghilangkan jejak barang.
Meskipun telah terjadi perdamaian antara pelaku dan korban, negara masih dapat melanjutkan kasusnya berdasarkan Pasal 363 KUHP. Hal ini karena ada diskresi kepolisian yang melekat terhadap kasus ini:
Alasan
- Kejahatan Pasal 363 KUHP (pencurian) adalah kejahatan publik, sehingga negara memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
- Perdamaian antara pelaku dan korban tidak menghapuskan tindak pidana.
- Negara bertanggung jawab untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dasar Hukum
- Pasal 363 KUHP: Pencurian.
- Pasal 1 ayat (1) KUHP: Pengertian kejahatan publik.
- Pasal 5 KUHP: Kewenangan negara dalam menindaklanjuti kejahatan publik.
Prosedur
- Penyelidikan dan penyidikan oleh pihak kepolisian.
- Pengajuan perkara ke pengadilan.
- Pemeriksaan di pengadilan.
- Putusan pengadilan.
Pengecualian
- Jika korban mengajukan permohonan penghentian penuntutan (Pasal 140 KUHP).
- Jika pelaku telah melakukan pengembalian barang curian dan memenuhi syarat-syarat tertentu (Pasal 364 KUHP).
Pasal 140 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia berbunyi:
Ayat (1)
“Tuntutan pidana terhadap seorang pelaku tidak dapat diteruskan, jika korban atau ahli warisnya mengajukan permohonan penghentian penuntutan.”
Ayat (2)
“Permohonan penghentian penuntutan hanya dapat diterima, jika pelaku telah memenuhi kewajibannya terhadap korban atau ahli warisnya.”
Ayat (3)
“Penghentian penuntutan tidak menghapuskan tindak pidana, tetapi hanya menghentikan proses pidana.”
Syarat Pengajuan
- Korban atau ahli warisnya harus mengajukan permohonan secara tertulis.
- Permohonan harus disampaikan sebelum proses pidana selesai.
- Pelaku harus memenuhi kewajibannya terhadap korban atau ahli warisnya.
Dalam konteks Pasal 140 KUHP, “proses pidana selesai” berarti proses hukum telah mencapai tahap akhir, yaitu:
Tahap-Tahap Proses Pidana
- Penyelidikan dan penyidikan selesai.
- Berkas perkara telah diserahkan ke jaksa.
3.Jaksa telah menyerahkan berkas ke pengadilan.
- Sidang pengadilan telah dilaksanakan.
- Putusan pengadilan telah dibacakan.
Kriteria Proses Pidana Selesai
- Tuntutan pidana telah dibacakan.
- Pembelaan terdakwa telah selesai.
- Replik dan duplik telah selesai.
- Putusan pengadilan telah dibacakan.
- Masa banding dan kasasi telah berakhir.
Konsekuensi
Jika proses pidana sudah selesai, maka:
- Permohonan penghentian penuntutan tidak dapat diterima.
- Putusan pengadilan sudah memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Pelaku harus menjalani hukuman yang telah ditentukan.
Tindak Pidana
Tindak pidana (bahasa Inggris: criminal act atau offense) adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum dan diancam dengan sanksi pidana, seperti pidana penjara atau denda. Tindak pidana mencakup:
Unsur-unsur
- Perbuatan (actus reus): tindakan nyata yang melanggar hukum.
- Kesalahan (mens rea): niat atau kesadaran pelaku saat melakukan tindakan.
- Kausalitas: hubungan sebab-akibat antara tindakan dan akibatnya.
- Melanggar hukum (contra legem): bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Jenis-jenis
- Tindak pidana publik (kejahatan): pencurian, pembunuhan, penculikan.
- Tindak pidana privat (pelanggaran): penganiayaan ringan, pencemaran nama baik.
- Tindak pidana formil: tindakan yang dilarang karena bentuknya (misalnya, tidak memenuhi prosedur).
- Tindak pidana material: tindakan yang dilarang karena akibatnya (misalnya, membunuh).
Berikut struktur yang lebih rapi tahapan proses pidananya:
Tahap-Tahap Proses Pidana
- Penyelidikan dan penyidikan selesai.
- Berkas perkara diserahkan ke jaksa.
- Berkas diserahkan ke pengadilan.
- Sidang pengadilan dilaksanakan.
- Putusan pengadilan dibacakan.
Kriteria Proses Pidana Selesai
- Tuntutan pidana dibacakan.
- Pembelaan terdakwa selesai.
- Replik dan duplik selesai.
- Putusan pengadilan dibacakan.
- Masa banding dan kasasi berakhir.
Konsekuensi
- Permohonan penghentian penuntutan tidak diterima.
- Putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Pelaku menjalani hukuman.
Referensi hukum :
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
- Peraturan perundang-undangan lainnya.
- Yurisperdi Mahkamah Agung RI.
- Prof. Moeljatno, “Komentar KUHP”.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelaahan dan kajian penulis, kasus Anas dan Amin termasuk tindak pidana Publik (Kejahatan) dimana meski sudah ada perdamaian dan pencabutan laporan oleh korban, Perdamaian antara pelaku dan korban tidak menghapuskan tindak pidana. Negara dalam hal ini Kepolisian RI masih punya kewenangan untuk menindak lanjuti kasus ini karena hal ini adalah bentuk tanggung jawab Negara (Polri) dalam menjaga Kamtibmas.
Namun demikian, apabila semua unsur yang terlibat dalam kasus ini dari mulai Pelaku, Korban, Penyidik, Jaksa, hingga Hakim di Pengadilan sepakat untuk menggunakan celah hukum yang ada tanpa melanggar norma dan kaidah hukum. Maka, penulis yakin Restoratif Justice seperti atensinya Kapolri dan Kejagung itu bisa dilakukan tanpa mengabaikan aturan perundang – undangan yang berlaku.
*Penulis adalah Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Provinsi Banten*